Selasa, 09 Juli 2013

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PADA ZAMAN HINDU BUDHA DI INDONESIA

A. Pengantar

Deskripsi tentang artikel disini membahas tentang pendidikan pada zaman Hindu dan Budha, dimana waktu zaman Hindu dan Budha tersebut perkembangan pendidikannya melalui penyebaran agama. Sebelum penjajahan Belanda, bumi Nusantara telah dikenal di dunia sebagai pusat pendidikan, pengajaran, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada masa kerajaan Hindu dan Budha yang dalam perkembangan selanjutnya pendidikan dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan sebagai sarana sosialisasi merupakan kegiatan manusia yang melekat dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian usia pendidikan hampir dipastikan sama tuanya dengan manusia itu sendiri. Perjalanan perkembangan pendidikan sangat panjang dari mulai sebelum kemerdekaan dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Budha pada abad ke-5. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha, pendidikan dipengaruhi oleh ajaran kedua agama tersebut sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pada saat itu. Pendidikan dari zaman ke zaman senantiasa sudah memperlihatkan terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap pendidikan pada zamannya masing-masing.

B. Perkembangan Pendidikan pada Zaman Hindu dan Budha
Menurut teori Van Leur, yang oleh banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa pada abad-abad permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang Hindu dengan orang-orang Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya Peradaban Hindu Budha diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor Politik

Terjadi peperangan antara kerajaan India bagian Utara dengan kerajaan India bagian Selatan. Bangsa Aria dari Utara mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga penduduk di Selatan lari mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia. Oleh karena itu peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari bagian Selatan.

2. Faktor Ekonomis atau Geografis

Indonesia terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah terjadi perdagangan antar India dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak orang India dan Tiongkok bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan atau perniagaan sampai terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.

3. Faktor Kultural

Tingkat peradaban bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di Nusantara. Mereka sudah mengenal sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan, mereka juga telah mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah membuktikan dengan ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di Kalimantan yaitu di Kutai abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.

Perkembangan pendidikan pada zaman ini, sudah mulai menampakkan suatu gerakan pendidikan dengan misi penyebaran ajaran agama dan cara hidup yang lebih universal (keseluruhan) dibandingkan dengan pendidikan sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-Budha di Indonesia dimulai sejak pengaruh Hindu-Budha datang ke Indonesia.

Perkembangan agama Hindu Budha di Indonesia membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebenarnya masyarakat indonesia telah memiliki kemampuan dasar yang patut dibanggakan sebelum masuknya Hindu dan Budha. Setelah Hindu dan Budha berkembang di Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin berkembang karena berakulturasi dan berinteraksi dengan tradisi Hindu dan Budha.

Di daerah Kalimantan (Kutai) dan Jawa Barat (Tarumanegara) ditemukan prasasti adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada abad ke-5. Para cendekiawan, ulama-biarawan, musafir dan peziarah Budha dalam perjalanannya ke India, singgah di Indonesia untuk mengadakan studi pendahuluan dan persiapan lainnya. Negara India merupakan tanah suci dan merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan dan kesenian bagi pemeluk agama Budha. Agama Hindu di India terbagi dua golongan besar yaitu Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke Indonesia adalah Syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa : 
  • Syiwa adalah dewa yang paling berkuasa.
  • Syiwa adalah penncipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber pada Syiwa dan kembali kepada Syiwa.
  • Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu samsara (penderitaan), yang ditentukan oleh perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”. 
  • Tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia terlepas dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa.
Agama Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India yang kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa.

Menurut ajaran agama Budha manusia hidup dalam penderitaan karena nafsu duniawi. Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari kebahagiaan yang abadi yaitu untuk mencapai nirwana. Adapaun langkah-langkah untuk mencapai nirwana, manusia harus berperilaku benar diantaranya sebagai berikut :
  1. Berpandanagan yang benar.
  2. Mengambil keputusan yang benar. 
  3. Berkata yang benar. 
  4. Berkehidupan yang benar. 
  5. Berdayaupaya yang benar. 
  6. Melakukan meditasi yang benar. 
  7. Konsentrasi kepada hak-hak yang benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme merupakan agama yang berbeda, namun di Indonesia tampak terdapat kecenderungan sinkretisme yaitu keyakinan untuk mempersatukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber dari Ynag Maha Tinggi. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi satu jua adalah perwujudan dari keyakinan tersebut. dalam hal ini, Budha dan Syiwa adalah dewa yang dapat diperbedakan (bhinna) tetapi dewa itu (ika) hanya satu (tungal). Kalimat yang tadi adalah salah satu bait dari syair Sutasoma karya Empu Tantular pada zaman Majapahit. Sehingga kebudayaan Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan ciri serta coraknya yang khas, sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu Majapahit akan masih berkembang dalam hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra, bahasa, ilmu pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti Kalingga, Mataram, Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu, Pujangga yang menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya seni pahat dan seni bangunan dalam arsitekstur yang bernilai tinggi juga ditemukan beberapa karya ilmiah dalam bidang filsafat, sastra dan bahasa.

C. Pendidikan Hindu Budha
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India yanga sangat bertentangan dan hidup bermusuhan dengan Budhisme. Di Indonesia Syiwaisme dan Budhisme hidup dan tumbuh berdampingan, walaupun terjadi penumpasan Wangsa Syailendra yang beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang beragaman Hindu, namun dimasyarakat biasa tidak nampak pertentangan tersebut, bahkan mungkin dapat dikatakan telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme, Budhisme dan kepercayaan animism dan dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan Syiwa, Budha, dan arwah-arwah nenek moyang sebagai suatu sumber dan amaha tinggi. Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Indonesia pada saat itu.

Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan minoritas (kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta Waisya dan Sudra apalagi kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kata di Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya dengan di India yang menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini lebih tepat dikatakan sebagai “perguruan”dimana para murid berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren, jadi berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang ini.

Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu berkembang terus sampai pada pengaruh Budha, zaman Islam sampai sekarang (pesantren tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat perguruan tinggi Budha. Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala. Perguruan-perguruan Budha tersebut mungkin menyebar keseluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja candi-candi Borobudur, Menndut, dana Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Budha.

Kalau kita memperjhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi, patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar tentang ilmu membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi. Dmeikian juga dengan memahat relief-relief candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang menceritakan kehidupan sang Budha atau para dewa, bisa juga cerita tentang Ramayana. Karya hasil sastra yang ditulis para pujangga banyak yang bermutu tinggi antara lain : Pararaton, Negara Kertagama, arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca.

Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu sperti Singasari, Majapahit dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas mengenai pendidikan. Namun sudah apsti bahwa pada zaman tersebut sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang dengan sengaja dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut berbentuk perguruan yang lebih dikenal dnegan sebutan pesantren. Pada saat itu mutu pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai nirwana bagi agama Budha. Karena itu secara umum tujuan akhir adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus mungkin dapat dibedakan sebagai berikut :
  1. Bagi kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci ( Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.
  2. Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang pengaturan pemerintahan (kerajaan). 
  3. Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun. Misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya.
b. Sifat Pendidikan

Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah :
  1. Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan.
  2. Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan menguasai segala-galanya. 
  3. Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum Brahmana ( kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu) dan tidak memperoleh imbalan gaji. Mereka menjadi guru semata-mata karena kewajiban sebagai Pandita atau Brahmana yang didasarkan pada perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa memikirkan imbalan dunia ). 
  4. Aristokratis artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja yaitu golongan Brahmana, pendeta dan golongan Ksatria dan golongan keturunan raja-raja. Dalam agama kita kenal penggolongan berdasarkan kasta, namun di Indonesia perbedaan tidak begitu tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah antara golongan raja-raja dan rakyat jelata.
c. Jenis-jenis Pendidikan

Beberapa jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha dapat dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :

1. Pendidikan Intelektual

Kegiatan pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha. Pada waktu itu hanya golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda. Pendidikan intelektual juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera, yang berkaitan dengan penguasaan alam semesta, pengabdian kepada Syiwa dan Budha Gautama.

2. Pendidikan Kesatriaan

Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan mengatur pemerintahan (kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.

3. Pendidikan Keterampilan

Pendidikan keterampilan dan pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan yang deprogram secara tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan bangsawan (keluarga raja)) sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan keterampilan yang diajukan bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal yang berlangsung dalam keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya begitu pula dengan para petani, nelayan dan sebagainya.

d. Lembaga Pendidikan

Pendidikan pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian ada beberapa tempat yang biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.

1. Padepokan atau Pecatrikan

Merupakan tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru disuatu tempat, sehingga disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga disebut padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu Budha. Dipesantren dan atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan Brahmana utnuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber dari kitab suci ( Veda dan Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha). Dicandi Borobudur terlihat suatu lukisan yang menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-tengah pendopo besar seorang Brahmana atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji namun dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan adalah agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang tertulis dicandi Borobudur ( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).

2. Pura

Merupakan tempat yang berada di istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. Mereka diberi pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang mengatur Negara, ilmu bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.

3. Pertapaan

Karena orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat tinggi. Oleh karenaitu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama berkaitan dengan hal-hal yang gaib.

4. Keluarga

Pada waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang juga tapi hanya pendidikan sebagai informal. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

e. Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra

Pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ini telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah dikemukakan pada kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan Budha yang terbesar di Indonesia, pada saat iru telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan tinggi”. Perguruan tinggi tersebut dapat menampung berates-ratus mahasiswa biarawan Budha dan adapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di asrama-asrama khusus.

Sistem dan metode sesuai yang ada di India, sehingga biarawan Cina dapat belajar di sriwijaya sebelum melanjutkan belajar di India. Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal dari India yaitu Dharmapala dan mengajarkan agama Budha Mahayana. Dipulau Jawa pada waktu Mataram diperintah oleh seorang ratu terdapat sekolah agama Budha yang dipimpin oleh orang Jawa yaitu Janadabra.

Pada sekitar abad ke-14 sampai kira-kira abad ke-16 menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, kegiatan pendidikan tidak lagi dilakukan secara meluas seperti sebelumnya tetapi dilakukan oleh para guru kepada siswanya yang jumlahnya terbatas dalam suatu padepokan. Pendidikan pada zaman tersebut, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada umumnya dikendalikan oleh para pemuka agama. Namun demikian pendidikan dan pengajaran tidak dilaksanakan secara formal, sehingga seorang siswa yang belum puas akan ilmu yang diperolehnya dapat mencari dan pindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya. Kelompok bangsawan, ksatria dan kelompok elit lainnya mengirimkan anak-anaknya kepada guru untuk dididik atau guru diundang untuk datang mengajar anak-anak mereka.

KESIMPULAN

Bahwa pendidikan pada zaman Hindu dan Budha ini melalui penyebaran agama yang pada waktu dulu belum ada sekolah-sekolah yang kita lihat sekarang ini. Pendidikan dulu dengan sekarang sangatlah berbeda sekali. Dulu para biarawan maupun ulama menjadi guru itu tanpa di kasih imbalan dunawi. Mereka juga mendapatkan pendidikan dari keluarganya juga, kalau keluarganya ahli petani maka anaknya akan belajar dari seorang ayahnya dan ilmu yang di perolehnya juga hanya untuk anaknya saja. Mereka belajar keterampilan, kesatriaan dan sebagainya. Anaknya seorang raja mempunyai tempat tersendiri untuk belajar yang disebut dengan Pura, sejauh ini putra-putrinya belajar tentang ilmu tata kenegaraan, sopan santun dan ilmu bela diri. Materi yang diajarkan bukan hanya bersifat umum tapi mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religious juga.

Murid juga dapat berpindah dari guru yang satu ke guru yang lainnya untuk belajar. Kini pendidikan semakin tua seperti usia manusia. Khusus untuk materi keterampilan ini biasannya diselenggarakan secara turun temurun melalui jalur kastanya masing-masing seperti keterampilan bermain pedang, berperang, berpanah, menunggang kuda dan seni pahat. Menjelang jatuhnya kerajaan Hindu, pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dipegang oleh kaum ulama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar